Sunday, September 20, 2009

Mengapa saya melempar sepatu - Muntazer al-zaidi

Saya bebas. tetapi negara saya masih menjadi tawanan perang. dibalik pembicaraan tentang aksi heroik dan siapa pelakunya, secara simpel saya mengatakan bahwa "apa yang mendorong" saya melakukan tindakan ini adalah ketidakadilan terhadap bangsa kami dan penjajahan atas tanah air kami.

setelah beberapa tahun, jutaan pejuang tewas diterjang peluru penjajah, dan saat ini di Irak ada lebih dari 5 juta anak yatim, 1 juta janda, dan ratusan ribu orang cacat. jutaan orang tidak punya tidak punya tinggal.

kesabaran dan solidaritas kami bukan berarti kami melupakan penindasan yang mereka lakukan. penjajahan ini telah memisahkan kami dengan saudara, dengan tetangga dan menjadikan rumah2 kami sebagai kuburan.

saya bukan pahlawan, tapi saya punya pendirian. sangat menyakitkan melihat tanah air kami disakiti, melihat kota Baghdad tercinta dibakar dan melihat saudara-saudara kami dibunuh. Ribuan gambaran kejahatan terekam di kepala saya. skandal di penjara Abu Ghraib, penyiksaan di Falluja, Najaf, Haditha, Sadr City, Basra, Diyala, Mosul, Tal Afar dan disetiap inci tanah air kami. saya berjalan melalui tanah air kami yang terbakar dan melihat dengan mata kepala sendiri korban yang mengerang kesakitan, mendengar dengan telinga sendiri teriakan anak-anak yatim. Perasaan malu menghantui saya karena tidak bisa berbuat apa-apa.

Segera setelah saya menyelesaikan tugas saya sebagai reporter yang menuliskan kejadian harian, sambil saya membersihkan reruntuhan rumah-rumah yang hancur, atau darah yang menempel di pakaian saya, saya akan menguatkan tekad dan sumpah kepada saudara-saudara kami yang jadi korban, sumpah dengan sepenuh hati.

KESEMPATAN ITU DATANG, DAN SAYA MEMANFAATKANNYA.

Saya melakukannya sebagai bentuk kesetiaan pada tiap tetes darah orang-orang tak berdosa, setiap tangisan ibu-ibu, setiap erangan kesakitan anak-anak yatim, setiap rasa sakit yang dirasakan korban perkosaan, setiap tetes air mata anak-anak yatim.

saya mengatakan pada tiap orang yang menyalahkan tindakan saya: Berapa rumah yang sudah yang saya hancurkan karena melempar sepatu? Berapa kali sepatu yang saya lempat menyebabkan tertumpahnya darah orang yang tak berdosa?

Ketika saya melempar sepatu ke muka kriminal, George Bush, saya ingin mengungkapkan penolakan saya atas kebohongannya, penjajahannya atas negara saya, penolakan saya atas tindakannya membunuh rakyat irak. penolakan saya atas perampasan kekayaan negara kami, dan penghancuran infrastrukturnya.

Jika tindakan saya bukan tindakan seorang jurnalis profesional, saya minta maaf. semua yang saya lakukan adalah mengungkapkan isi hati nurani rakyat irak yang setiap hari melihat tanah airnya dinodai setiap hari.

saya tidak melakukan ini untuk agar nama saya dikenang dalam sejarah, semua yang saya lakukan adalah untuk mempertahankan negara saya.

Penebangan hutan mengancam budaya Aceh

Penebangan hutan yang dilakukan secara komersil dan meluas di provinsi Aceh tidak hanya berpengaruh terhadap keseimbangan ekologi tetapi juga berdampak negatif pada tradisi rakyat Aceh.

Rakyat Aceh memiliki tradisi yang disebut "Le Bu Peudah" yang berarti Bubur pedas. Bubur ini dibuat dari beras dan bumbu-bumbu yang berasal dari 44 jenis tanaman yang tumbuh di hutan.

Sebelum Ramadhan tiba, rakyat Aceh mengumpulkan bahan-bahan tersebut untuk bumbu bubur Le Bu Peudah. Bubur ini biasanya dimasak secara bersama dan digunakan untuk buka bersama di Masjid. Namun dengan maraknya penebangan hutan, rakyat Aceh kesulitan mendapatkan bahan-bahan untuk bumbu bubur le bu peudah.

Muthalib, seorang warga Aceh, mengatakan mereka masih memiliki tradisi le bu peudah saat ini, namun le bu peudah sekarang tidak bisa sama dengan le bu peudah beberapa waktu yang lalu karena bumbu yang tersedia semakin langka.